Senin, 11 Juli 2011

POLITIK EKONOMI ISLAM (SIYASAH MALIYAH)


REVIEW ARTICLE
POLITIK EKONOMI ISLAM (SIYASAH MALIYAH)
Teori-teori Pengelolaan Sumber Daya Alam, Hukum Pengairan Islam dan Undang-undang Sumber Daya Air di Indonesia
Pengarang: Dr. Ija Suntana

Buku yang ditulis oleh Dr. Ija Suntana yang berjudul Politik Ekonomi Islam (Siyasah Maliyah) berisikan teori-teori sumber daya alam dalam ranah politik ekonomi islam. Buku Ija Suntana menurut saya sangat bagus dalam keilmuan ekonomi islam masalahnya buku-buku yang membahas permasalahan tentang sumber daya alam yang dikaitkan dengan ekonomi islam sangat jarang apalagi dari segi hukum islam dan hukum positif. Disamping buku yang tak kalah menarik untuk dibaca adalah buku yang ditulis oleh Dr. Ridwan yang membahas tentang pertanahan.
Dengan demikian buku ini dijadikan sebagai tugas review article dalam mata kuliah Kapita Selekta Ekonomi Islam, dengan tujuan bisa menembang wawasan dalam bidang keilmuan ekonomi islam yang dikaitkan dengan politik dan hukum.
***
Buku yang berjudul POLITIK EKONOMI ISLAM (SIYASAH MALIYAH) Teori-teori Pengelolaan Sumber Daya Alam, Hukum Pengairan Islam dan Undang undang Sumber Daya Air di Indonesia berisi lima Bab. Bab I membahas pengertian politik ekonomi islam.[1] Berbicara masalah politik pasti juga berbicara pemerintahan, dimana pemerintahanlah yang membuat suatu kebijakan yang berkaitan dengan perekonomian islam. Kajian politik ekonomi islam merupakan hasil pengembangan dari hukum islam dalam bidang kebijakan pengelolaan kekayaan Negara (at-tasharruf). Secara teknis politik ekonomi islam lebih dikenal dengan sebutan siyasah maliyah. Istilah yang lain adalah Tadakhul ad-daulah (intervensi Negara). Dimana istilah ini dikembangkan oleh Muhammad Baqir Ash-Shadr yang menurutnya Negara mengintervensi aktifitas ekonomi untuk menjamin adaptasi hukum islam yang terkait dengan aktifitas ekonomi masyarakat secara lengkap. Negara dipandang ikut serta dalam ekonomi islam yang mana untuk menyelaraskan dalil-dali yang ada di dalam nash. Disamping itu Negara dituntut untuk membuat suatu aturan-aturan yang belum ada di dalam nash, sehingga tidak ada istilah kekosongan hukum. Disamping itu, dalam bab ini juga membahas landasan kebijakan pembangunan ekonomi diantaranya: Tauhid[2], keadilan[3], dan keberlanjutan[4]. Selain itu kebijakan ekonomi menurut islam harus ditopang oleh empat hal, diantaranya: Tanggung jawab social, kebebasan ekonomi yang terbatas oleh syari’ah, pengakuan multiownership[5] dan etos kerja yang tinggi. Pilar-pilar pembangunan ekonomi islam menurut penulis sangat indah yakni: menghidupkan factor manusia, pengurangan pemusatan kekayaan, restrukturisasi ekonomi public, restrukturisasi keuangan dan perubahan structural.
Bab II membahas Teori-teori Pengelolaan Sumber Daya Alam Dalam islam Dalam bab ini Dr. Ija Suntana menekankan bagaimana teori-teori kewajiban Negara sebagai pembuat regulasi fasilitas publik dan teori tanggung jawab Negara pada masyarakatnya tentang jaminan social (At-Tadhamun Al-Ijtima’i), keseimbangan social (At-Tawadzun Al-Ijtima’i), dan intervensi Negara (At-Tadakhul Ad-Daulah). Tujuan dari teori jaminan social adalah untuk kemaslahatan, keadilan dan kesejahtraan. Disamping itu, pada bab ini membahas secara panjang lebar tentang teori kepemilikan dan komparatif teori kepemilikan dari teori kepemilikan kapitalisme, sosialisme dan islam. Sehingga pembaca bisa mengetahui kelemahan-kelemahan teori kapitalis dan sosialis. Juga pada bab ini mengklasifikasikan jenis kepemilikan dan pemanfaatan kepemilikan.
Bab III membahas Sumber Daya Air Dalam Islam dari segi pengertian air itu sendiri baik dari segi ilmu keairan dan dari segi hukum islam yang terdapat al-Qur’an dan Hadis. Pada Bab ini tergambarkan proses terjadinya air. Kemudian dilengkapi dengan definisi/ pengertian air menurut ahli hukum islam dan pengelompokan air itu sendiri.
Pada Bab IV menitikberatkan pada sejarah pengelolaan air dari zaman pra-islam dan pada masa islam. Dalam bab ini digambarkan beberapa cara pengelolaan air[6] yang sangat rinci khususnya pada masa Kekhalifahan Dunia islam sampai pada pengelolaan air di beberapa Negara muslim kontemporer.[7]
Kemudian pada Bab V membahas aturan pengairan dalam islam dan undang-undang sumber daya air di Indonesia. Sistem pengairan di Indonesia terbagi pada dua bentuk. Pertama, pengaturan berbasis tradisi, yaitu sistem pengairan yang dilakukan oleh masyarakat secara mandiri dengan menggunakan saluran tradisi atau adat yang berkembang sebagai acuan. Kedua, pengaturan yang berbasis konstitusi, yaitu pengaturan pengairan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan piranti perundang-undangan dan dijalankan oleh lembaga yang memiliki kewenangan menjalankanya.[8] Dalam bab ini penulis memfokuskan pada hukum pengairan dalam Undang-undang no. 7 tahun 2004. Isu yang menurut saya menarik dan controversial, ketika beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa peran swasta dapat menjadi dominan dengan dukungan factor modal yang bersumber daya air diserahkan kepada swasta (privatisasi) maka penguasaan nega terhadap air untuk kemakmuran rakyat akan hilang. Selain itu, kekhawatiran yang timbul adalah akan terjadinya perubahab alokasi penggunaan air, selain akan terabaikannya masyarakat miskin dan kelompok-kelompok terpinggirkan dalam mengakses air bersih. Masyarakat miskin dan kelompok-kelompok marginal tidak akan terlayani karena mereka tidak memiliki kekuatan politik ataupun perwakilan dan kekuatan ekonomi untuk membayar harga yang tinggi akibat kebijakan privatisasi dan bahkan bertentangan dangan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 (3). Hal ini lah, kalangan menolak UU No. 7/2004. Sedangkan menurut pendukung tentang privatisasi beralasan bahwa privatisasi bisa diartikan secara luas sebagai proses perubahan yang melibatkan sector privat untuk ikut bertanggungjawab terhadap kegiatan yang semula dikontrol secara eksklusif oleh sector public. Privatisasi termasuk di dalamnya pengalihan kepemilikan asset produktif dari sector public ke swasta atau sekedar memberikan ruang pada sector privat untuk ikut terlibat dalam kegiatan oprasional. Privatisasi juga mencakup modal kepemilikan tetap ditangan Negara, namun pengelolaan, pemeliharaan, dan investasi dilakukan oleh pihak swasta. UU No.7/2004 menyebutkan bahwa penyelenggaraan oleh swasta dapat dilakukan, jika pada suatu daerah belum ada BUMN atau BUMD yang menyelenggarakan layanan pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakatnya.
****
Sebelum buku Ija Suntana ada buku yang menurut saya adalah buku yang bagus untuk dibaca oleh kalangan ekonom muslim yakni buku yang ditulis oleh Muhammad Baqir Ash-Shadar[9] melalui buku ini Ash-Shadar menghadirkan tinjauan lengkap ihwal sistem ekonomi islam. Akan tetapi, buku ini tidak membahas permasalahan yang menyakut sumber daya air melainkan membahas tanggung jawab Negara dalam ekonomi islam dan juga intervensi Negara dalam mengelola keuangan dan sumber daya yang ada dengan baik sehingga Negara bisa mensejahtrakan masyarakat luas. Buku lain yang ditulis oleh ulama yang bernama Yusuf Qardhawi[10] menitik beratkan pada norma-norma dan etika islam, Hendi Suhendi[11] dimana juga membahas kepemilikan yang sifatnya normative belum secara sepesifik membahas kasus per kasus. Sekali lagi buku yang membahas sumber daya air sangat jarang sekali, maka dari itu sangat perlu para penulis atau peneliti untuk menulis buku yang bertemakan pada pengelolaan sumber daya air prepektif ekonomi islam.
Menurut Dr. Ija Suntana sebagai ilmu yang berisi kebijakan, politik ekonomi islam berisi aturan dasar mengenai kebijakan pengelolaan kekayaan Negara. Dan sebagai salah satu cabang ilmu yang lahir dari fiqh, siyasah maliyah memiliki akar yang sama dengan induknya (al-Qur’an dan Al-Hadist). Al-Qur’an dan al-Hadist dijadikan sebagai landasan yang aksiomatis[12]. Aksioma ini melahirkan berbagai penafsiran yang menjadi pengetahuan normative yang berbentuk fiqh. Dari ilmu fiqh, lahirlah fiqh siyasah. Secara sepesifik, dari fiqh siyasah lahirlah siyasah maliyah dimana memiliki dua kajian yaitu kajian tantang kebijakan pengelolaan keuangan dan pengelolaan sumber daya alam.

****
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shadar, Muhammad Baqir. Our Economic: Buku Induk Ekonomi Islam ‘Iqtisaduna’,terj. Yudi. Jakarta: Zahra, 2008.

Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah: Membahas Ekonomi Islam Kedudukan Harta, Hak Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis, cet.5 Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010.

Suntana, Ija. Politik Ekonomi Islam (Siyasah Maliyah)Teori-Teori Pengelolaan Sumber Daya Alam, Hukum Pengairan Islam dan Undang-Undang Sumber Daya Air Di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Qardhawi, Yusuf. Norma Dan Ekonomi Islam, terj. Zainal Arifin dan Dahlia Husin. Jakarta: Gema Insani Press, 1997.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.


[1]Politik ekonomi islam adalah kebijakan hukum yang dibuat oleh suatu pemerintahan menyangkut pembangunan ekonomi untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat dengan menjadikan nilai-nilai syari’at islam sebagai ukuranya. Ija Suntana, Politik Ekonomi Islam (Siyasah Maliyah)Teori-Teori Pengelolaan Sumber Daya Alam, Hukum Pengairan Islam Dan Undang-Undang Sumber Daya Air Di Indonesia  (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 13.
[2] Landasan tauhid adalah pengakuan secara mendasar bahwa semua sumber-sumber ekonomi berasal dari dan milik Allah.
[3] Landasan Keadilan adalah prinsip dasar bahwa pengelolaan sumber-sumber ekonomi dilakukan secara merata untuk semua orang sehingga setiap individu berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan dan menikmati sumber-sumber ekonomi secara nyata.
[4] Landasan keberlanjutan menghedaki bahwa pendayagunaan sumber-sumber ekonomi dilakukan dengan menjaga kelestarian fungsi sumbernya secara keberlanjutan.
[5] Islam mengakui adanya kepemilikan pribadi, kepemilikan bersama, dan kepemilikan Negara.
[6] Pada masa Nabi air dijadikan sebagai milik bersama (public) dan bisa diakses semua orang dan juga dibangun saluran-saluran air yang disebut dengan istilah siqayah. Pada masa Abu Bakar RA juga sama tidak ada perbedaan. Pada masa Umar, pengelolaan sumber daya air mengalami kemajuan. Pada masa Umar ada lima dewan yang didirikan Umar, diantaranya dewan yang tugasnya mengelola sumber daya air.  Disamping itu, Umar membuat alat ukur air yang disebut dengan miqyas yang dipantau oleh seorang petugas khusus yang disebut dengan muwazhzhif al-Miqyas. Pada Masa Ustman dan Air tidak ada perbedaan yang menyolok, mereka hanya mewarisi apa yang sudah ada.
[7] Pengelolaan air dibeberapa nega muslim kontemporer.
1.        Saudi Arabia
Saudi Arabia merupakan salah satu Negara kerajaan yang menjadikan hukum islam sebagai hukum resmi Negara. Sistem hukum dan perundang-undangan yang dibangun oleh Saudi Arabia selalu merupakan turunan dari empat sumber, yaitu: Al-Qur’an, Sunnah, Fatwa Ulama, tradisi. Undang-undang Kerajaan No. 6 tahun 1980 merupakan aturan perundang-undangan tentang air yang diformulasikan dari empat sumber tersebut. Undang-undang no. 6 tahun 1980 mengatur perihal kepemilikan air dan distribusi yang berisikan: (1) Ketetapan aturan pengambilan, pengendalian, dan konservasi air. (2) Hak dan kewajiban penggunaan air, dan (3) lembaga yang mengatur air secara adimistratif.
2.        Iran
Iran merupakan Negara islam yang memiliki perundang-undangan tentang pengairan yang cukup lengkap dan memiliki sumber daya air yang lebih. Pada tahun 1907, Iran mengeluarkan undang-undang tentang pengairan yang isinya mencakup:
-          Adat memainkan peran penting dalam pengaturan air
-          Aturan pengambilan air untuk kegiatan pertanian
-          Pembagian air untuk kebutuhan domestic
3.        Mesir
Pada tahun 1913, dikeluarkan Undang-undang irigasi yang isinya pengambil air melalui mesin peompa.
[8] UUD 1945 Bab 14, pasal 33 ayat 3, UU. Pokok Agraria No. 5 tahun 1960. UU. Kehutanan No. 5 tahun 1967. UU. No 11 tahun 1974 tentang Pengairan. PP. No. 22 tahun 1982 tentang pengaturan Air. Peraturan pemerintah No. 35 tahun 1991 tentang Rawa dan Sungai. PP. No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan pengendalian pencemaran Air. Kepres No. 83 tahun 2002 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air. UU. No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
[9] Muhammad Baqir Ash-Shadar, Our Economic: Buku Induk Ekonomi Islam ‘Iqtisaduna’,terj. Yudi (Jakarta: Zahra, 2008). hal. 455.
[10] Yusuf Qardhawi, Norma dan Ekonomi Islam, terj. Zainal Arifin dan Dahlia Husin (Jakarta: Gema Insani Press, 1997).
[11] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah: Membahas Ekonomi Islam Kedudukan Harta, Hak Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis, cet.5 (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), hal.37.
[12] Kenbenaran-kebenaran yang diyakini, bukan pernyataan-pernyataan ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar