Kegiatan ekonomi pasti akan berbicara tentang
Produksi, Distibusi dan Konsumsi. Ekonomi merupakan suatu kegiatan diamana
titik tekanya pada suatu penawaran dan permintaan setiap individu. Berbicara penawaran
dan penawaran seharusnya memiliki titik temu yang seimbang (At-Tawadzun
Al-Ijtima’i), akan tetapi
keseimbangan ini tidak mesti tercapai atau terealisasikan. Dengan adanya
keseimbangan antara penawaran dan permintaan mungkin “tidak ada masalah” sedangkan
jika tidak terjadi keseimbangan yang menurut penulis akan menimbulkan dampak
yang segnifikan. Dampak tersebut diantaranya adalah KEMISKINAN.
***
Kemiskinan merupakan sebuah penyakin
diberbagai Negara tak terkecuali di Indonesia. Dimana masih banyak masyarakat
yang kurang mampu memenuhi kebutuhanya disebabkan oleh kemiskinan. Kemiskinan
tidaklah terjadi begitu saja tanpa ada sebab-sebab. Diantara sebab yang
dikemukakan di atas adalah ketidak seimbangan antara penawaran dan permintaan.
Menurut sebagaian pemikir-pemikir ekonom,
kemiskinan itu ada beberapa bentuk dan hal ini terjadi di Negara-negara tak
terkecuali Indonesia yang mana sebagai Negara berkembang.
1. Kemiskinan relatif
Seseorang dikatakan berada dalam kelompok kemiskinan
relatif, jika pendapatannya berada di bawah pendapatan di sekitarnya, atau
dalam kelompok masyarakat tersebut, ia berada di lapisan paling bawah. Bisa jadi meskipun
pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, namun karena dibanding
masyarakat di sekitarnya, pendapatannya dinilai rendah, ia termasuk miskin. Amerika Serikat
menggunakan indikator kemiskinan semacam ini.
2. Kemiskinan absolut
Dilihat dari kemampuan pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan pokok (sandang, pangan, pemukiman, pendidikan dan kesehatan). Jika pendapatan seseorang
di bawah pendapatan minimal untuk memenuhi kebutuhan pokok, maka ia disebut
miskin. Indonesia
menggunakan indikator kemiskinan jenis ini.
3. Kemiskinan kultural
Dikaitkan dengan budaya masyarakat yang “menerima”
kemiskinan yang terjadi pada dirinya, bahkan tidak merespons usaha-usaha pihak
lain yang membantunya keluar dari kemiskinan tersebut.
4. Kemiskinan struktural
Kemiskinan yang disebabkan struktur dan sistem ekonomi
yang timpang dan tidak berpihak pada si miskin, sehingga memunculkan
masmalah-masalah struktural ekonomi yang makin meminggirkan peranan orang
miskin.
Arti dari
kemiskinan itu sendiri sangat beragam diantanya:
a. VV. Bhanoji Rao
Rao menghitung garis kemiskinan dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori per hari minimum yang diperlukan seseorang untuk hidup layak
sebagai dasar, kemudian diambah lagi dengan keperluan untuk kehidupan dasar
yang sifatnya sosial, misalnya untuk pemeliharaan kesehatan, sekolah, dsb.
b. Prof Sayoga
Dibedakan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Garis kemiskinan untuk pedesaan setara dengan 240
kg beras per kapita per tahun, sedangkan untuk perkotaan setara dengan 360 kg
beras per kapita per tahun.
Garis
kemiskinan ditetapkan setelah survei di seluruh Indonesia pada 1973.
Saat ini pengertian Kemiskinan tersebut
bergeser lebih luas lagi diamana tidak melihat aspek pendapatan dan konsumsi saja,
tetapi juga melihat masalah ketergantungan, harga diri, kontinuitas pendapatan
dsb.
Mengartikan kemiskinan dengan melihat berbagai
dimensi:
–
Ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan, papan);
–
Tidak adanya akses
terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air
bersih, dan transportasi)
–
Tidak adanya jaminan
masa depan (karena tidak adanya investasi untuk pendidikan dan keluarga)
–
Kerentanan terhadap
goncangan yang bersifat individual maupun massal.
–
Rendahnya kualitas
sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam;
–
Tidak dilibatkan dalam
kegiatan sosial masyarakat;
–
Tidak adanya akses
terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan;
–
Ketidakmampuan berusaha
karena cacat fisik maupun mental;
–
Ketidakmampuan dan
ketidakberuntungan sosial (anak-anak
terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok
marjinal dan terpencil)
Sebab-sebab Struktural
Kemiskinan di Indonesia
•
Ketidakmampuan mengelola
sumber daya alam secara maksimal.
•
Kebijakan ekonomi yang
tidak berkomitmen terhadap penanggulangan kemiskinan dan semata-mata mengejar
pertumbuhan ekonomi (trickle
down effect tidak bekerja)
****
Dalam Ekonomi Modrn maupun Ekonomi Islam pemerintah mempunyai peranan
penting dalam membuat suatu kebijakan (At-Tadakhul Ad-Daulah). yang tujuannya adalah pengentasan
kemiskinan. Pada kondisi Negara Indonesia pemerintah membuat suatu kebijakan,
diantaranya:
•
Masa Kolonial: ‘politik
etis’ balas budi.
•
Masa Orde Baru: terkait
dengan program pembangunan nasional sejak Repelita I-V. Program sektoral yang
pernah dilaksanakan:
–
BIMAS, INMAS, dan P4K
(Departemen Pertanian),
–
UPPKS (BKKBN),
–
KUD dan Koperasi Simpan
Pinjam (Departemen Koperasi),
–
UED-SP, BKD dan PKK
(Departemen Dalam Negeri),
–
KUBE (Departemen Sosial)
–
Wajar 9 tahun
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) dan
–
pengembangan Puskesmas
(Departemen Kesehatan)
•
Mulai Repelita VI
diluncurkan Inpres Desa Tertinggal (IDT), yang meliputi:
–
Komponen bantuan
langsung sebesar Rp 20 juta/desa sebagai dana bergulir selama 3 tahun;
–
Bantuan pendampingan
pokmas IDT oleh tenaga pendamping Sarjana Pendamping Purna Waktu (SP2W);
–
Bantuan pembangunan
sarana/prasarana
•
Untuk masyarakat miskin
di kelurahan tidak ‘tertinggal’ diluncurkan program Takesra/Kukesra.
•
Ketika terjadi krisis
ekonomi, jumlah penduduk miskin meningkat tajam karena merupakan gabungan dari
penduduk miskin lama dan penduduk baru yang bersifat sementara (transient
poverty).
–
Untuk mengatasi masalah
ini, dikeluarkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS), yang dibagi dalam empat
kelompok program, yaitu JPS Departemen teknis, JPS prioritas, JPS sektor-sektor
pembangunan dan JPS monitoring
Inilah beberapa kebijakan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan di
Indonesia. Dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut seyognya bisa menjadi
jaminan sosial (At-Tadhamun Al-Ijtima’i) terealisasikan seperti
apa yang diamanatkan oleh UUD RI.
*****
Kebijakan pemerintah ini tidak serta merta
langsung mengentaskan kemiskinan di Indonesia, sehingga sangat perlu trobosan
baru yang bisa membantu dalam persoalan kemiskinan. Maka dari itu Islam harus
berperan aktif dalam menghadapi persoalan kemiskinan.
Solusi Islam Dalam
Mengatasi Kemiskinan
Islam memandang
bahwa kemiskinan sepenuhnya adalah masalah struktural karena Allah telah
menjamin rizki setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakannya (QS
30:40; QS 11:6). Di saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi kemiskinan
kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi setiap individu (QS
67:15). Setiap makhluk memiliki rizki masing-masing (QS 29:60) dan mereka tidak
akan kelaparan (QS 20: 118-119).
Dalam perspektif
Islam, kemiskinan timbul karena berbagai sebab struktural.
Pertama, kemiskinan
timbul karena kejahatan manusia terhadap alam (QS 30:41) sehingga manusia itu
sendiri yang kemudian merasakan dampak-nya (QS 42:30).
Kedua, kemiskinan
timbul karena ketidakpedulian dan kebakhilan kelompok kaya (QS 3:180, QS 70:18)
sehingga si miskin tidak mampu keluar dari lingkaran kemiskinan.
Ketiga, kemiskinan
timbul karena sebagian manusia bersikap dzalim, eksploitatif, dan menindas
sebagian manusia yang lain, seperti memakan harta orang lain dengan jalan yang
batil(QS 9:34), memakan harta anak yatim (QS 4:2, 6, 10), dan memakan harta
riba (QS 2:275).
Keempat, kemiskinan
timbul karena konsentrasi kekuatan politik, birokrasi, dan ekonomi di satu
tangan. Hal ini tergambar dalam kisah Fir'aun, Haman, dan Qarun yang bersekutu
dalam menindas rakyat Mesir di masa hidup Nabi Musa (QS 28:1-88).
Kelima, kemiskinan
timbul karena gejolak eksternal seperti bencana alam atau peperangan sehingga
negeri yang semula kaya berubah menjadi miskin. Bencana alam yang memiskinkan
ini seperti yang menimpa kaum Saba (QS 34: 14-15) atau peperangan yang
menciptakan para pengungsi miskin yang terusir dari negeri-nya (QS 59:8-9).
Dengan memahami
akar masalah, akan lebih mudah bagi kita untuk memahami fenomena kemiskinan,
pengangguran, dan ketimpangan yang semakin meraja di sekeliling kita. Bukankah
akar kemiskinan di negeri ini adalah perilaku eksploitatif akibat penerapan
bunga sehingga kita setiap tahun harus menghabiskan sebagian besar anggaran
negara untuk membayar bunga? Bukankah akar kemiskinan di negeri ini adalah
birokrasi yang korup dan pemusatan kekuasaan di tangan kekuatan politik dan
pemilik modal sehingga tidak jelas lagi mana kepentingan publik dan mana
kepentingan pribadi? Bukankah akar kemiskinan di negeri ini adalah buah dari
kejahatan kita terhadap lingkungan yang kita rusak sedemikian masif dan
ekstensif?
Strategi
pengentasan
Islam memiliki
berbagai prinsip terakit kebijakan publik yang dapat dijadikan panduan bagi
program pengentasan kemiskinan dan sekaligus penciptaan lapangan kerja.
Pertama, Islam mendorong
pertumbuhan ekonomi yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor
growth).
Islam mencapai pro-poor growth melalui dua jalur utama:
pelarangan riba dan mendorong kegiatan sektor riil. Pelarangan riba secara
efektif akan mengendalikan inflasi sehingga daya beli masyarakat terjaga dan
stabilitas perekonomian tercipta. Bersamaan dengan itu, Islam mengarahkan modal
pada kegiatan ekonomi produktif melalui kerja sama ekonomi dan bisnis seperti mudharabah,
muzara'ah, dan musaqat. Dengan demikian, tercipta keselarasan antara
sektor riil dan moneter sehingga pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung secara
berkesinambungan.
Kedua,
Islam mendorong penciptaan anggaran negara yang memihak pada kepentingan rakyat
banyak (pro-poor budgeting). Dalam sejarah Islam, terdapat tiga prinsip utama
dalam mencapai pro-poor budgeting yaitu: disiplin fiskal yang ketat, tata
kelola pemerintahan yang baik, dan penggunaan anggaran negara sepenuhnya untuk
kepentingan publik. .
Tidak pernah terjadi defisit anggaran dalam pemerintahan
Islam walau tekanan pengeluaran sangat tinggi, kecuali skala pada masa
pemerintahan Nabi Muhammad SAW karena perang. Bahkan pada masa Khalifah Umar
dan Usman terjadi surplus anggaran yang besar. Yang kemudian lebih banyak
didorong adalah efisiensi dan penghematan anggaran melalui good governance.
Di dalam Islam, anggaran negara adalah harta publik sehingga anggaran menjadi
sangat responsif terhadap kepentingan orang miskin..
Ketiga, Islam mendorong
pembangunan infrastruktur yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor
infrastructure). Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memiliki
dampak eksternalitas positif dalam rangka meningkatkan kapasitas dan efisiensi
perekonomian. Nabi Muhammad SAW membagikan tanah di Madinah kepada masyarakat
untuk membangun perumahan, mendirikan pemandian umum di sudut kota, membangun
pasar, memperluas jaringan jalan, dan memperhatikan jasa pos. Khalifah Umar bin
Khattab membangun kota Kufah dan Basrah dengan memberi perhatian khusus pada
jalan raya dan pembangunan masjid di pusat kota. Beliau juga memerintahkan
Gubernur Mesir, Amr bin Ash, untuk mempergunakan sepertiga penerimaan Mesir
untuk pembangunan jembatan, kanal, dan jaringan air bersih..
Keempat, Islam mendorong
penyediaan pelayanan publik dasar yang berpihak pada masyarakat luas (pro-poor
public services). Terdapat tiga bidang pelayanan publik yang mendapat
perhatian Islam secara serius: birokrasi, pendidikan, dan kesehatan.
Di dalam Islam,
birokrasi adalah amanah untuk melayani publik, bukan untuk kepentingan diri
sendiri atau golongan. Khalifah Usman tidak mengambil gaji dari kantor-nya.
Khalifah Ali membersihkan birokrasi dengan memecat pejabat-pejabat pubik yang
korup. Selain itu, Islam juga mendorong pembangunan pendidikan dan kesehatan
sebagai sumber produktivitas untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Kelima, Islam mendorong
kebijakan pemerataan dan distribusi pendapatan yang memihak rakyat miskin.
Terdapat tiga instrument utama dalam Islam terkait distribusi pendapatan yaitu
aturan kepemilikan tanah, penerapan zakat, serta menganjurkan qardul hasan,
infak, dan wakaf. Demikianlah Islam mendorong pengentasan kemiskinan melalui
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, pengembangan sektor riil, dan pemerataan
hasil pembangunan.
******
Nejatullah Sidiqi mengusulkan modifikasi teori non
klasik konvensional dan peralatanya untuk mewujudkan perubahan dalam orientas
nilai, penataan kelembagaan dan tujuan yang hendak dicapai. Dan Ekonomi harus
terbuka untuk menerima kontribusi dari disiplin lain dan baik ilmu pengetahuan
maupun seni harus bergandeng tangan dalam membentuk ilmu ekonomi. Dengan adanya
perubahan modifikasi konsep maka islam tidak lagi berbicara permasalahan jual
beli (fiqh buyu) saja, akan tetapi sudah membahas permasalahan kemiskinan, kaum
marginal dan sebagainya sehingga bahasan islam itu semakin luas mengcanter
problem di masyarakat. Hal inilah yang disampaikan oleh Muhammad Aslam Haneef
dan Abdul Manan. Bahkan menurut Abdul Manan implementasi distribusi harta harus
dijalankan dengan benar. Sehingga apa yang dimanatkan oleh nash (al-Qur’an dan
Hadis) bisa terrealisasikan lah disinilah peranan negara (pemerintah) dalam
mengatur suatu kebijakan dalam menanggulangi kemiskinan.
Daftar Bacaan
Haneef, Aslam Muhammad. Pemikiran
Ekonomi Islam Kontemporer Analisis Komperatif Terpilih. Jakarta: PT
Rajawali, 2010.
Suntana,
Ija. Politik Ekonomi Islam (Siyasah Maliyah)Teori-Teori Pengelolaan Sumber Daya Alam, Hukum Pengairan
Islam dan Undang-Undang Sumber Daya Air Di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Ade, Parmin. “Kemiskinan dan
Perlawanan Nelayan”. Review article.
Prasetya, Yoga. “Pemikiran
Ekonomi Kontemporer”. Reviw article.
Rahmanto, Yusuf. “Humanitarisme
Soedjatmoko: Visi Kemanusian Kontemporer”. Review article.
Ulfah, Maria. “Mendobrak
Sentralisme Ekonomi”. Review article.
Yasir. “Pemerataan Distribusi
Kekayaan Dalam Ekonomi Islam”. Review article.