Jumat, 26 Juli 2013

ASURANSI SYARI'AH DI INDONESIA


A.    Pendahuluan
Pertumbuhan dan perkembangan bank-bank Islam dan lembaga keuangan syari’ah (LKS) khususnya Asuransi Syari’ah saat ini berkembang dengan pesat. Diamana-mana sudah tidak asing lagi dengan asuransi syari’ah. Akan tetapi, umat islam masih bingung dengan bagaimana asuransi syari’ah itu bila dilihat dari:
1.      Pengertian
2.      Landasan Yuridis dan Normatif
3.      Mekanisme dan Manajemen Asuransi Syari’ah
4.      Produk-Produk Asuransi Syari’ah
5.      Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional
Sehingga dengan mengetahui di atas, asuransi syari’ah bisa berkembang lebih pesat lagi. Dan Ummat islam tidak ragu-ragu untuk ikut asuransi syari’ah.
B.     Asuransi Syari’ah
a.      Pengertian Asuransi Syari’ah
Asuransi adalah serapan dari kata assurantie (Belanda), atau assurance/ insurance (Inggris). Menurut sebagaian ahli, kata istilah assurantie itu merupakan istilah asli bahasa latin yang kemudian diserap ke dalam bahasa Belanda yaitu assecurare yang berarti menyakinkan orang. Dan kemudian istilah ini lebih dikenal dalam bahasa Prancis sebagai assurance.[1]
Sebelum mengetahui asuransi syari’ah, penulis definisikan dulu menurut KUHD. Definisi Asuransi menurut KUHD pasal 246: “Perjanjian, dimana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti”. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 2/1992 Pasal 1 Asuransi (pertanggungan) adalah “perjanjian dua pihak, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, utk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yg diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Dari definisi asuransi menurut KUHD pasal 246 dan Undang-undang No. 2/1992 ada beberapa hal dalam asuransi:[2]
1.      Adanya kepentingan
2.      Adanya peristiwa tak tentu
3.      Adanya kerugian
4.      Penanggung
5.      Tertanggung
6.      Premi.
Menurut H.R. Daeng Naja, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan lebih lanjut dari pengertian dalam pasal 246 KUHD, antara lain:[3]
1.      Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian. Dengan begitu, ia harus tunduk pada ketentuan mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata).
2.      Perjanjian atau kontrak asuransi pada umumnya bersifat adhesive artinya kontrak asuransi dibuat oleh perusahaan asuransi yang bersangkutan, dimana calon tertanggung tidak bisa mengajukan usul agar perusahaan asuransi tersebut mengubah pasal yang menurutnya tidak sesuai dengan kehendak tertanggung.
3.      Dalam suatu perjanjian asuransi, terdapat dua pihak yaitu: pihak penanggung dan pihak tertanggung. Namun dalam prakteknya, sering kali terjadi pihak tertanggung berbeda dengan pihak yang akan menerima “tanggungan“ jika terjadi kerugian atas sesuatu yang diasuransikan.
4.      Dalam setiap perjanjian asuransi haruslah ditandai dengan adanya pembayaran premi dari pihak tertanggung, sebagai salah satu tanda bahwa para pihak (khususnya pihak tertanggung) setuju untuk diadakan perjanjian asuransi, “tidak ada premi, tidak ada asuransi”.
5.      Dengan terjadinya asuransi, maka secara yuridis formal apabila terjadi peristiwa yang terlah diperjanjikan dapat diadakan suatu claim pihak penanggung akan memberikan ganti kerugian.
Dalam literature Arab (fiqh Islam), asuransi dikenal dengan sebutan at-Takaful dan at-tad}mun. Menurut literal, at-Takaful artinya “pertanggungan yang berbalasan”, atau hal “saling menanggung”.[4] Sedangkan at-Tad}amun secara harfiah berarti “solidaritas”, atau hal saling menanggung hak dan kewajiban yang berbalasan.[5]
Penyebutan lain asuransi selain at-Takaful dan at-tad}amun adalah at-Ta’min. Kata ini berasal dari kata amina, artinya aman, tenang dan tentram.[6] Maksudnya adalah dengan menjadi peserta asuransi merasa aman bisa terhindar atau terkurangi rasa cemas akan menanggung beban berat manakala terjadi sesuatu terhadap dirinya dan harta bendanya.[7]
Terlepas dari perbedaan istilah pada intinya asuransi syari’ah adalah asuransi yang tata cara akad, sistem pengelolaan dana atau premi dan lain-lain dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Menurut Muhammad Iqbal asuransi syari’ah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memenuhi ketentuan syari’ah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan pengelola (operator).[8] Menurut Isa Abduh asuransi syari’ah (at-Ta’min) adalah Usaha (ekonomi) yang diperoleh melalui kesepakatan antara kedua belah pihak yakni tertanggung (al-Mu’amman) yang memberikan sejumlah uang kepada penanggung (al-Mu’ammin) untuk kemaslahatan tertanggung atau kemaslahatan orang lain, sesuai dengan perjanjian yang menghendaki adanya penyerahan (penggatian) dana tatkala nyata-nyata terjadi bahaya pada tertanggung.[9] Disamping itu Dewan Syari’ah Nasional (DSN-MUI) memformulasikan sebagai berikut:
“Usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah”.[10]
b.      Landasan Yuridis
Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      KUHD
2.      Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
3.      PP. Nomor 63 tahun 1999 tentang Perubahan atas PP. No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
4.      Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 421/ KMK. 06/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Direksi dan Komisaris Perusahaan Perasuransian.
5.      Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 422/ KMK. 06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
6.      Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 423/ KMK. 06/2003 tentang pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
7.      Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 424/ KMK. 06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi.
8.      Keputusan Menteri keuangan RI Nomor 245/ KMK. 06/2003 tentang perizinan dan penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
9.      Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 426/ KMK. 06/2003 Perizinan dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
10.  Fatwa No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah.
11.  Fatwa No: 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Mud}arabah Musyarakah Asuransi.
12.  Fatwa No: 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Mudharabah Musytarakah Asuransi Wakalah bil Ujrah
13.  Fatwa No: 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah.
14.  Fatwa No: 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi Syari’ah.[11]
Semua keputusan Menteri Keuangan RI di atas tersurat dan tersirat mengakui keberadaan (eksistensi) dan legalitas asuransi syari’ah di samping asuransi konvensional. Dengan kalimat lain, secara teoritis maupun empiris, dan secara de facto maupun de jure, di Indonesia berlaku dua sistem (dual system) perasuransian yaitu asuransi syari’ah.[12] Pengakuan atas keberadaan asuransi syari’ah di samping asuransi konvensional, ini dapat dipahami dari sejumlah pasal yang termaktub di dalam surat keputusan Menteri Keuangan RI, diantaranya:
1.      Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib menyampaikan kepada menteri:
a)      Laporan perhitungan tingkat salvabilitas[13] triwulan per-31 Maert, 30 Juni, 30 September, dan 30 Desember, paling lambat 1 bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan.
b)      Laporan perhitungan tingkat salvobilitas tahuan per-31 Desember yang dilampiri dengan laporan auditor independen atas laporan keuangan tahuan yang digunakan untuk menghitung tingkat salvobilitas periode dimaksud, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.[14]
2.      Bagi persahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang menjalankan usaha asuransi atau reasuransi dengan prinsip syari’ah[15], laporan perhitungan tingkat salvobilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a harus dilengkapi dengan surat pernyataan Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) bahwa pengelolaan kekayaan dan kewajiban telah dilakukan sesuai dengan prinsip syari’ah.[16]
Dan juga Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah menetapkan sejumlah fatwa yang berhubungan dengan ihwal perasuransian syari’ah. Terutama Fatawa DSN-MUI Nomor: 21/DSN-MUI/ X/ 2001 tentang pedoman umum asuransi syari’ah di samping akad dalam asuransi syari’ah. Prinsip-prinsip umum yang dimaksudkan adalah:[17]
1)      Asuransi syari’ah (tamim, takaful atau tad}amun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang[18] atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah.
2)      Akad yang sesuai dengan syari’ah yang dimaksud pada poin (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, D{alim (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
3)      Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
4)      Akad tabarru’ adalah semua bentuk yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
5)      Premi adalah kewajiban perserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
6)      Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Adapun akad dalam asuransi syari’ah yang diatur dalam dalam fatwa DSN-MUI tersebut adalah meliputi hal-hal berikut:
1)      Jenis Akad
1.      Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan atas akad tijarah dan atau akad tabarru’.
2.      Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mud}arabah sedangkan tabarru’ adalah hibah.
3.      Dalam akad, sekuarang-kurangnya harus disebutkan:
1.      Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan
2.      Cara dan waktu pembayaran premi
3.      Jenis akad ijarah dan akad tabarru‘ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diadakan.
2)      Kedudukan para pihak dalam akad tijarah dan tabarru’
1.      Dalam akad tijarah (mud}arabah), perusahaan bertindak sebagai mud}arib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai s}h}ib al-M<al (pemegang polis).
2.      Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk tolong menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.
3)      Kedudukan dalam akad tijarah dan tabarru’
1.      Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru bila pihak yang bertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
2.      Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.
4)      Reasuransi Syari’ah dan Pengelolaanya
Asuransi syari’ah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syari’ah. Sedangkan pengelolaanya dilakukan sebagai berikut:
1.      Pengelolaan asuransi syari’ah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.
2.      Perusahaan asuransi syari’ah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mud}arabah)
3.      Perusahaan asuransi syari’ah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru (hibah).
5)      Ketentuan Tambahan
1.      Implementasi dari fatwa ini harus dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS
2.      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibanya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaianya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

c.       Mekanisme dan Manajemen Asuransi Syari’ah
1.      Mekanisme Asuransi Syari’ah
a)      Mekanisme Pengelolaan Dana Asuransi Jiwa
1.      Perusahaan sebagai Pemegang Amanah
Sistem oprasional asuransi syari’ah (takaful) adalah saling bertanggung jawab, bantu membantu, dan saling melindungi antara para pesertanya. Perusahaan asuransi syari’ah diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta untuk mengelolaa premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian.
Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang dikembangkan dengan prinsip mud}arabah para peserta takaful berkedudukan sebagai pemilik modal (S}ah}ib al-m>al) dan perusahaan takaful berfungsi sebagai pemegang amanah (mud}arib).
2.      Sistem Pada Produk Saving (Ada unsur tabungan)
Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang dibayarkan tergantung kepada keuangan peserta. Akan tetapi, perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang akan dibayarkan. Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta, akan dipisah dalam dua rekening yang berbeda.
                                                                        i.            Rekening tabungan peserta yaitu, dana yang menjadi milik peserta yang dibayarkan bila:
·         Perjanjian berakhir,
·         Peserta mengundurkan diri,
·         Peserta meninggal dunia.
                                                                      ii.            Rekening tabarru’ yaitu kumpulan dana kebajikan yang telah diniatkan oleh pesreta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong dan membantu, yang bibayarkan bila:
·         Peserta meninggal dunia
·         Perjanjian telah berakhir.
3.      Sistem Pada Produk non saving
Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimasukan dalam rekening tabarru’ perusahaan. Yaitu, kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, dan dibayarkan bila:
·         Peserta meninggal dunia
·         Perjanjian telah berakhir
b)      Mekanisme Asuransi Kerugiaan
Dana dibayarkan peserta, kemudian terjadi akad mud}arabah (bagi hasil) antara mud}arib (pengelola) dan s}ah}ib al-ma>l (peserta). Kumpulan dana tersebut kemudian diinvestasikan secara syari’ah ke bank syari’ah maupun ke investasi syari’ah lainya, lalu dikurangi biaya-biaya oprasional.
2.      Manjemen Asuransi Syari’ah
Manajemen asuransi adalah sebuah cara dalam mengelola perusahaan asuransi supaya operasionalnya berjalan dengan baik dan dapat diharapkan menghasilkan return positif bagi perusahaan beserta para staf yang bekerja di dalamnya.
Manajemen asuransi tak lain merupakan bagian dari manajemen resiko. Manajemen resiko dalam perusahaan asuransi lebih diarahkan untuk mengidentifikasi resiko, menghilangkan dan mengurangi kemungkinan kerugian yang ditimbulkan oleh resiko. Dalam manajemen asuransi diperlukan:
a)    Marketing
b)   Aktuaria
c)    Underwriting
d)   Costumer Service
e)    Administrasi
f)    Klaim
g)   Investasi
h)   Akuntansi
i)     Hukum
Nilai-nilai Islami yang berkaitan dengan manajemen asuransi syariah, diantaranya yaitu :
a)      Tauhid atau kepercayaan kepada Allah
b)      Kepercayaan akan akhirat, pahala dan hukuman
c)      Kemandirian
d)     Bertanggung jawab
e)      Partisipasi
f)       Keadilan
g)      Percaya diri, martabat dan privasi
h)      Dialog
i)        Efisiensi Biaya
j)        Efisiensi Waktu
k)      Peduli dan saling berbagi
l)        Mengasihi manusia, binatang dan lingkungan
m)    Keinginan untuk belajar
d.      Produk-Produk Asuransi
Produk-produk asuransi syari’ah adalah sebagai berikut:[19]
1.      Asuransi Jiwa (life Insurance)
Segala musibah dan bencana yang menimpa manusia merupakah qad}a dan qadar Allah SWT. Namun, manusia wajib ikhtiyar memperkecil resiko yang timbul. Salah satu caranya adalah dengan menabung. Tetapi upaya tersebut sering kali tidak memadai, karena yang harus ditanggung lebih besar dari yang diperkirakan.
Asuransi (Takaful) sebagai asuransi yang bertumpu pada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, serta perlindungan (at-Ta’min), yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain.
2.      Produk-produk Individu yang ada unsure tabungan
a.       Takaful Dana Investasi
b.      Takaful Dana Siswa
c.       Takaful Dana Haji
d.      Takaful Dana Jabatan
e.       Takaful H}asanah
3.      Produk-produk Individu (non saving)
a.       Takaful Kesehatan
b.      Takaful Kecelakaan Diri Individu
c.       Takaful al-H{airat Individu
4.      Produk-produk Kumpulan
a.       Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan
b.      Takaful Kecelakaan Siswa
c.       Takaful Wisata dan Perjalanan
d.      Takaful Pembiayaan
e.       Takaful Majlis Taklim
f.       Takaful al-H{arat
g.      Takaful Midicare
h.      Takaful Perjalanan Haji dan Umrah
e.       Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional
Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Konvensional bisa dilihat sebagai berikut:
Aspek Pembanding
Asuransi Syari’ah
Asuransi Konvensional
Dasar Hukum
1.      Al-Qur’an & Hadis
2.      Peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan.
Prinsip Dasar
Risk sharing[20]
Risk Transfer[21]
Aqad/ Perjanjian
Ta’awun (tolong menolong) atau tabarru’ (menderma)
Tabaduli (Jual Beli resiko)[22]
Kepemilikan Dana
Premi merupakan dana peserta secara bersama-sama setelah dikurangi fee (ujrah) pengelolaa.
Premi menjadi pendapatan penuh perusahaan.
Investasi dana premi
Di Investasikan dengan berdasarkan prinsip syari’ah.
Bisa diinvestasikan kemana saja tanpa mempertimbangkan syar’i
Pembayaran Klaim
Diambil dari dana tabungan bersama (rekening tabarru‘).
Berasal dari kas perusahaan.
Pengawasan
Di awasi oleh Kementrian Keuangan dan DPS
Hanya diawasi oleh kementrian keuangan
Dana zakat, infak, dan Sad}aqah
Perusahaan wajib menzakatkan keuntunganya.
Tidak ada zakat, infak maupun sad}aqah.
Bag hasil
Ada
Tidak ada

C.    Kesimpulan
Tujuan asuransi adalah untuk meminimalisir resiko yang akan terjadi. Asuransi syari’ah dan asuransi konvensional memiliki tujuan yang sama, akan tetapi yang berbeda adalah prinsip-prinsip asuransi itu sendiri, landasan hukum, dan mekanisme pengelolaan asuransi tersebut.
Dengan makalah ini seharusnya bisa memberikan pemahaman pada mahasiswa yang sedang mempelajari mata kuliah Perbankan dan Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS).



DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainudin, Hukum Asuransi Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Dewan Syari’ah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Jakarta: DSN-MUI dan Bank Indonesia, 2003.
Dewi, Gemala, dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005.
Iqbal, Muhaimin, Asuransi Umum Syari’ah dalam Praktik Upaya Menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, Jakarta: Gema Insani, 2006.
Naja, H.R. Daeng, Hukum Kredit dan Bank Garansi: The Bankers Hand Book, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005.
Pandia, Frianto, dkk., Lembaga keuangan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005.
Siamat, Dahlan, Menejemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Intermedia, 1995.
Simorangkir, O.P., Pengantar Lembaga keuangan Bank dan Nonbank, Bogor: Ghalia Indonesia, 2000.
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Yogyakarta: Ekonosia,2004.
Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syrai’ah: Life and General Konsep, dan Sistem Oprasional, Jakarta: Gema Insani, 2004.
Suma, M. Amin, Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional: Teori, Sistem, Aplikasi dan Pemasaran, Tangerang: Kholam Publishing, 2006.



[1]Dahlan Siamat, Menejemen Lembaga Keuangan (Jakarta: Intermedia, 1995), hlm. 274.
[2]Frianto Pandia, dkk.  Lembaga keuangan  (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 135. Bandingkan O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga keuangan Bank dan Nonbank (Bogor: Ghalia Indonesia, 2000), hlm. 176.
[3]H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi: The Bankers Hand Book (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 397-398.
[4]Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Muawwir, t.th), hlm. 1311. Bandingkan dengan Mahmud Yunus, Kamus Arab- Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuriyyah, t.th), hlm. 379.
[5] Ibid., hlm. 887.
[6] Ibid., hlm. 44.
[7]Dibeberapa Negara Islam, atau Negara-negara berpenduduk muslim memang sering dijumpai perbedaan istilah yang digunakan untuk menyebut asuransi. Misal di negara timur tengah dikenal dengan istilah at-Takaful., di Malaysia dan Brunei Darussalam lebih masyhur dengan sebutan at-Takaful. Justru di Indonesia dikenal dengan istilah asuransi syari’ah. Lihat M. Amin Suma, Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional: Teori, Sistem, Aplikasi, dan Pemasaran (Tangerang: Kholam Publishing, 2006), hlm. 40.
[8]Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah dalam Praktek: Upaya Menghilangkan Garar, Maisir, dan Riba (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 2.
[9]Isa Abduh dalam M. Amin Suma...hlm. 41.
[10]Dewan Syari’ah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (Jakarta: DSN-MUI dan Bank Indonesia, 2003), hlm. 135. Bandingkan Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), hlm.171.
[11]Zainudin Ali, Hukum Asuransi Syari’ah  (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 129.
[12]M. Amin Suma, Asuransi Syari’ah…hlm. 45.
[13]Kemampuan perusahaan asuransi untuk memenuhi semua kewajibanya.
[14]Keputusan Menteri Keuangan RI, Nomor 424/ KMK 06/2003, Pasal 6 ayat (1).
[15]Prinsip syari’ah adalah perjanjian yang berdasarkan hukum islam antara perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dengan pihak lain, dalam menerima amanah dengan mengelola dana peserta melalui kegiatan investasi atau kegiatan lain yang diselenggarakan sesuai syari’ah. Lihat M. Amin Suma, Asuransi Syari’ah…hlm. 45. Bandingkan dengan Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah: Konsep dan Sistem Oprasional (Jakarta: PT. Gema Insani, 2004), hlm. 722-749.
[16]Keputusan Menteri Keuangan RI, Nomor 424/ KMK 06/2003,  Pasal 6.
[17]Dewan Syari’ah Nasional, Himpunan Fatwa...hlm. 129-140
[18] Lihat Q.S al-Maidah: 2
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢)
[19]Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah (Yogyakarta: Ekonosia, 2004), hlm. 126-150. Bandingkan Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah...hlm. 635-685.
[20]Konsep pengelolaan dilakukan dengan menggunakan pola saling menanggung resiko (risk sharing) sesama peserta, dalam mana resiko yang terjadi pada salah satu peserta menjadi tanggungan para peserta lainnya. Lihat Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah...hlm. 3.
[21]Pemindahan resiko dari nasabah ke perusahaan (risk transfer). Dengan demikian resiko yang terjadi pada nasabah asuransi secara otomatis menjadi resiko perusahaan, dalam pengertian perusahaan asuransi yang menanggungnya secara penuh. Ibid bandingkan dengan M. Amin Suma, Asuransi Syari’ah…hlm. 60.
[22]Akad pada asuransi kovensional adalah akad mu’awad}ah ialah suatu perjanjian di mana pihak yang memberikan sesuatu kepada pihak lain, berhak menerima penggantian dari pihak yang diberinya. Berbeda dengan akad tabarru di mana pemberi dengan ikhlas memberi sesuatu tanpa ada keinginan untuk menerima apa pun dari pihak yang menerima, kecuali kebaikan dari Allah SWT. Disebut akad mu’awad}ah karena masing-masing dari kedua belah pihak yang berakad, penanggung dan tertanggung memperoleh pengganti dari apa yang telah diberikanya. Lihat Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah: Konsep…hlm. 301.

1 komentar:

  1. Bally's Casino & Hotel Tickets - Jacksonville, MS - JTR
    Buy Bally's Casino 계룡 출장안마 & Hotel tickets at JTR. Find the latest 강릉 출장샵 Bally's Casino & Hotel 경상북도 출장샵 schedule, including venue info, seating charts, Fri, Dec 17Bally's Holiday ShowsJan 21, 2022Bowzers Rock & Roll PartyFeb 1, 수원 출장샵 2022Bowzers 부산광역 출장샵 Rock & Roll Party

    BalasHapus