A.
Pendahuluan
Pertumbuhan dan perkembangan
bank-bank Islam dan lembaga keuangan syari’ah (LKS) khususnya Asuransi Syari’ah
saat ini berkembang dengan pesat. Diamana-mana sudah tidak asing lagi dengan
asuransi syari’ah. Akan tetapi, umat islam masih bingung dengan bagaimana
asuransi syari’ah itu bila dilihat dari:
1. Pengertian
2. Landasan Yuridis dan Normatif
3. Mekanisme dan Manajemen Asuransi Syari’ah
4. Produk-Produk Asuransi Syari’ah
5. Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional
Sehingga dengan mengetahui di atas,
asuransi syari’ah bisa berkembang lebih pesat lagi. Dan Ummat islam tidak
ragu-ragu untuk ikut asuransi syari’ah.
B.
Asuransi Syari’ah
a.
Pengertian Asuransi Syari’ah
Asuransi adalah
serapan dari kata assurantie (Belanda),
atau assurance/ insurance (Inggris).
Menurut sebagaian ahli, kata istilah assurantie
itu merupakan istilah asli bahasa latin yang kemudian diserap ke dalam
bahasa Belanda yaitu assecurare yang
berarti menyakinkan orang. Dan kemudian istilah ini lebih dikenal dalam bahasa
Prancis sebagai assurance.[1]
Sebelum mengetahui asuransi syari’ah, penulis
definisikan dulu menurut KUHD. Definisi Asuransi menurut KUHD pasal 246:
“Perjanjian, dimana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan
memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu
kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang
mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti”. Sedangkan
dalam Undang-Undang No. 2/1992 Pasal 1 Asuransi (pertanggungan) adalah “perjanjian
dua pihak, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, utk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yg diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan”.
Dari definisi
asuransi menurut KUHD pasal 246 dan Undang-undang No. 2/1992 ada beberapa hal
dalam asuransi:[2]
1.
Adanya kepentingan
2.
Adanya peristiwa tak tentu
3.
Adanya kerugian
4.
Penanggung
5.
Tertanggung
6.
Premi.
Menurut H.R.
Daeng Naja, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan lebih lanjut dari
pengertian dalam pasal 246 KUHD, antara lain:[3]
1.
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian. Dengan begitu, ia
harus tunduk pada ketentuan mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian (Pasal
1320 KUHPerdata).
2.
Perjanjian atau kontrak asuransi pada umumnya bersifat adhesive artinya
kontrak asuransi dibuat oleh perusahaan asuransi yang bersangkutan, dimana
calon tertanggung tidak bisa mengajukan usul agar perusahaan asuransi tersebut
mengubah pasal yang menurutnya tidak sesuai dengan kehendak tertanggung.
3.
Dalam suatu perjanjian asuransi, terdapat dua pihak yaitu: pihak
penanggung dan pihak tertanggung. Namun dalam prakteknya, sering kali terjadi
pihak tertanggung berbeda dengan pihak yang akan menerima “tanggungan“ jika
terjadi kerugian atas sesuatu yang diasuransikan.
4.
Dalam setiap perjanjian asuransi haruslah ditandai dengan adanya
pembayaran premi dari pihak tertanggung, sebagai salah satu tanda bahwa para
pihak (khususnya pihak tertanggung) setuju untuk diadakan perjanjian asuransi,
“tidak ada premi, tidak ada asuransi”.
5.
Dengan terjadinya asuransi, maka secara yuridis formal apabila terjadi
peristiwa yang terlah diperjanjikan dapat diadakan suatu claim pihak penanggung akan memberikan ganti kerugian.
Dalam literature Arab (fiqh Islam), asuransi dikenal dengan sebutan at-Takaful dan at-tad}mun.
Menurut literal, at-Takaful
artinya “pertanggungan yang berbalasan”, atau hal “saling menanggung”.[4]
Sedangkan at-Tad}amun
secara harfiah berarti “solidaritas”, atau hal saling menanggung hak dan
kewajiban yang berbalasan.[5]
Penyebutan lain asuransi selain at-Takaful dan at-tad}amun
adalah at-Ta’min. Kata ini
berasal dari kata amina, artinya
aman, tenang dan tentram.[6] Maksudnya adalah
dengan menjadi peserta asuransi merasa aman bisa terhindar atau terkurangi rasa
cemas akan menanggung beban berat manakala terjadi sesuatu terhadap dirinya dan
harta bendanya.[7]
Terlepas dari perbedaan istilah pada intinya asuransi
syari’ah adalah asuransi yang tata cara akad, sistem pengelolaan dana atau
premi dan lain-lain dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Menurut
Muhammad Iqbal asuransi syari’ah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko
yang memenuhi ketentuan syari’ah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan
peserta dan pengelola (operator).[8]
Menurut Isa Abduh asuransi syari’ah (at-Ta’min)
adalah Usaha (ekonomi) yang diperoleh melalui kesepakatan antara kedua belah
pihak yakni tertanggung (al-Mu’amman)
yang memberikan sejumlah uang kepada penanggung (al-Mu’ammin) untuk kemaslahatan tertanggung atau kemaslahatan orang
lain, sesuai dengan perjanjian yang menghendaki adanya penyerahan (penggatian)
dana tatkala nyata-nyata terjadi bahaya pada tertanggung.[9]
Disamping itu Dewan Syari’ah Nasional (DSN-MUI) memformulasikan sebagai
berikut:
“Usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara
sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang
sesuai dengan syari’ah”.[10]
b.
Landasan Yuridis
Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. KUHD
2. Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
3. PP. Nomor 63 tahun 1999 tentang Perubahan atas PP. No. 73 tahun
1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
4. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 421/ KMK. 06/2003 tentang
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Direksi dan Komisaris Perusahaan
Perasuransian.
5. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 422/ KMK. 06/2003 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
6. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 423/ KMK. 06/2003 tentang
pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
7. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 424/ KMK. 06/2003 tentang
Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi.
8. Keputusan Menteri keuangan RI Nomor 245/ KMK. 06/2003 tentang
perizinan dan penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha
Asuransi.
9. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 426/ KMK. 06/2003 Perizinan
dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
10. Fatwa
No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah.
11. Fatwa
No: 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Mud}arabah Musyarakah Asuransi.
12. Fatwa
No: 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Mudharabah Musytarakah Asuransi Wakalah bil Ujrah
13. Fatwa
No: 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru’
pada Asuransi Syari’ah.
14. Fatwa
No: 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah Akad Tabarru’
pada Asuransi dan Reasuransi Syari’ah.[11]
Semua keputusan Menteri Keuangan RI di atas tersurat
dan tersirat mengakui keberadaan (eksistensi) dan legalitas asuransi syari’ah
di samping asuransi konvensional. Dengan kalimat lain, secara teoritis maupun
empiris, dan secara de facto maupun de jure, di Indonesia berlaku dua sistem (dual system) perasuransian yaitu
asuransi syari’ah.[12]
Pengakuan atas keberadaan asuransi syari’ah di samping asuransi konvensional,
ini dapat dipahami dari sejumlah pasal yang termaktub di dalam surat keputusan
Menteri Keuangan RI, diantaranya:
1. Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib menyampaikan
kepada menteri:
a) Laporan perhitungan tingkat salvabilitas[13]
triwulan per-31 Maert, 30 Juni, 30 September, dan 30 Desember, paling lambat 1
bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan.
b) Laporan perhitungan tingkat salvobilitas tahuan per-31 Desember
yang dilampiri dengan laporan auditor independen atas laporan keuangan tahuan
yang digunakan untuk menghitung tingkat salvobilitas periode dimaksud, paling
lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.[14]
2. Bagi persahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang
menjalankan usaha asuransi atau reasuransi dengan prinsip syari’ah[15],
laporan perhitungan tingkat salvobilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a harus dilengkapi dengan surat pernyataan Dewan Pengawas Syari’ah (DPS)
bahwa pengelolaan kekayaan dan kewajiban telah dilakukan sesuai dengan prinsip
syari’ah.[16]
Dan juga Dewan Syari’ah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah menetapkan sejumlah fatwa yang
berhubungan dengan ihwal perasuransian syari’ah. Terutama Fatawa DSN-MUI Nomor:
21/DSN-MUI/ X/ 2001 tentang pedoman umum asuransi syari’ah di samping akad
dalam asuransi syari’ah. Prinsip-prinsip umum yang dimaksudkan adalah:[17]
1)
Asuransi syari’ah (tamim, takaful
atau tad}amun) adalah
usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang[18]
atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah.
2)
Akad yang sesuai dengan syari’ah yang dimaksud pada poin (1) adalah
yang tidak mengandung gharar (penipuan),
maysir (perjudian), riba, D{alim (penganiayaan), risywah
(suap), barang haram dan maksiat.
3)
Akad tijarah adalah semua
bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
4)
Akad tabarru’ adalah semua
bentuk yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong, bukan semata
untuk tujuan komersial.
5)
Premi adalah kewajiban perserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana
kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
6)
Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan
asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Adapun akad dalam asuransi
syari’ah yang diatur dalam dalam fatwa DSN-MUI tersebut adalah meliputi hal-hal
berikut:
1)
Jenis Akad
1.
Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan atas akad tijarah dan atau akad tabarru’.
2.
Akad tijarah yang dimaksud
dalam ayat (1) adalah mud}arabah sedangkan
tabarru’ adalah hibah.
3.
Dalam akad, sekuarang-kurangnya
harus disebutkan:
1.
Hak dan kewajiban peserta dan
perusahaan
2.
Cara dan waktu pembayaran premi
3.
Jenis akad ijarah dan akad tabarru‘ serta
syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diadakan.
2)
Kedudukan para pihak dalam akad tijarah
dan tabarru’
1.
Dalam akad tijarah (mud}arabah), perusahaan bertindak sebagai mud}arib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai s}h}ib al-M<al (pemegang polis).
2.
Dalam akad tabarru’ (hibah),
peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk tolong menolong peserta lain
yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana
hibah.
3)
Kedudukan dalam akad tijarah dan
tabarru’
1.
Jenis akad tijarah dapat
diubah menjadi jenis akad tabarru bila
pihak yang bertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan
kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
2.
Jenis akad tabarru’ tidak
dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.
4)
Reasuransi Syari’ah dan Pengelolaanya
Asuransi syari’ah hanya
dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan
prinsip syari’ah. Sedangkan pengelolaanya dilakukan sebagai berikut:
1.
Pengelolaan asuransi syari’ah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga
yang berfungsi sebagai pemegang amanah.
2.
Perusahaan asuransi syari’ah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan
dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah
(mud}arabah)
3.
Perusahaan asuransi syari’ah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru (hibah).
5)
Ketentuan Tambahan
1.
Implementasi dari fatwa ini harus
dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS
2.
Jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibanya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak,
maka penyelesaianya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
c.
Mekanisme dan Manajemen Asuransi Syari’ah
1. Mekanisme Asuransi Syari’ah
a) Mekanisme Pengelolaan Dana Asuransi Jiwa
1. Perusahaan sebagai Pemegang Amanah
Sistem oprasional
asuransi syari’ah (takaful) adalah saling bertanggung jawab, bantu membantu,
dan saling melindungi antara para pesertanya. Perusahaan asuransi syari’ah
diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta untuk mengelolaa premi,
mengembangkan dengan jalan yang halal, dan memberikan santunan kepada yang
mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian.
Keuntungan
perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang dikembangkan
dengan prinsip mud}arabah para
peserta takaful berkedudukan sebagai pemilik modal (S}ah}ib al-m>al) dan perusahaan
takaful berfungsi sebagai pemegang amanah (mud}arib).
2. Sistem Pada Produk Saving
(Ada unsur tabungan)
Setiap peserta
wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar
premi yang dibayarkan tergantung kepada keuangan peserta. Akan tetapi,
perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang akan dibayarkan. Setiap premi
yang dibayarkan oleh peserta, akan dipisah dalam dua rekening yang berbeda.
i.
Rekening tabungan peserta
yaitu, dana yang menjadi milik peserta yang dibayarkan bila:
·
Perjanjian berakhir,
·
Peserta mengundurkan diri,
·
Peserta meninggal dunia.
ii.
Rekening tabarru’ yaitu kumpulan dana kebajikan
yang telah diniatkan oleh pesreta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan
saling menolong dan membantu, yang bibayarkan bila:
·
Peserta meninggal dunia
·
Perjanjian telah berakhir.
3. Sistem Pada Produk non
saving
Setiap premi yang dibayar oleh
peserta, akan dimasukan dalam rekening tabarru’ perusahaan.
Yaitu, kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana
kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, dan dibayarkan
bila:
·
Peserta meninggal dunia
·
Perjanjian telah berakhir
b) Mekanisme Asuransi Kerugiaan
Dana dibayarkan peserta, kemudian
terjadi akad mud}arabah (bagi hasil) antara mud}arib
(pengelola) dan s}ah}ib
al-ma>l (peserta). Kumpulan dana tersebut kemudian diinvestasikan secara
syari’ah ke bank syari’ah maupun ke investasi syari’ah lainya, lalu dikurangi
biaya-biaya oprasional.
2. Manjemen Asuransi Syari’ah
Manajemen asuransi adalah
sebuah cara dalam mengelola perusahaan asuransi supaya operasionalnya berjalan
dengan baik dan dapat diharapkan menghasilkan return positif bagi perusahaan
beserta para staf yang bekerja di dalamnya.
Manajemen
asuransi tak lain merupakan bagian dari manajemen resiko. Manajemen resiko
dalam perusahaan asuransi lebih diarahkan untuk mengidentifikasi resiko,
menghilangkan dan mengurangi kemungkinan kerugian yang ditimbulkan oleh resiko.
Dalam manajemen
asuransi diperlukan:
a)
Marketing
b)
Aktuaria
c)
Underwriting
d)
Costumer Service
e)
Administrasi
f)
Klaim
g)
Investasi
h)
Akuntansi
i)
Hukum
Nilai-nilai Islami yang berkaitan dengan
manajemen asuransi syariah, diantaranya yaitu :
a)
Tauhid atau kepercayaan kepada Allah
b)
Kepercayaan
akan akhirat, pahala dan hukuman
c)
Kemandirian
d)
Bertanggung jawab
e)
Partisipasi
f)
Keadilan
g)
Percaya diri, martabat dan privasi
h)
Dialog
i)
Efisiensi Biaya
j)
Efisiensi Waktu
k)
Peduli dan saling berbagi
l)
Mengasihi
manusia, binatang dan lingkungan
m) Keinginan
untuk belajar
d.
Produk-Produk Asuransi
Produk-produk
asuransi syari’ah adalah sebagai berikut:[19]
1. Asuransi Jiwa (life
Insurance)
Segala musibah dan
bencana yang menimpa manusia merupakah qad}a
dan qadar Allah SWT. Namun, manusia wajib ikhtiyar memperkecil resiko yang
timbul. Salah satu caranya adalah dengan menabung. Tetapi upaya tersebut sering
kali tidak memadai, karena yang harus ditanggung lebih besar dari yang
diperkirakan.
Asuransi (Takaful)
sebagai asuransi yang bertumpu pada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan
ketaqwaan, serta perlindungan (at-Ta’min), yang
menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu
sama lain.
2. Produk-produk Individu yang ada unsure tabungan
a. Takaful Dana Investasi
b. Takaful Dana Siswa
c. Takaful Dana Haji
d. Takaful Dana Jabatan
e.
Takaful H}asanah
3. Produk-produk Individu (non saving)
a. Takaful Kesehatan
b. Takaful Kecelakaan Diri Individu
c. Takaful al-H{airat
Individu
4. Produk-produk Kumpulan
a. Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan
b. Takaful Kecelakaan Siswa
c. Takaful Wisata dan Perjalanan
d. Takaful Pembiayaan
e. Takaful Majlis Taklim
f. Takaful al-H{arat
g. Takaful Midicare
h. Takaful Perjalanan Haji dan Umrah
e.
Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional
Perbedaan
Asuransi Syari’ah dan Konvensional bisa dilihat sebagai berikut:
Aspek Pembanding
|
Asuransi Syari’ah
|
Asuransi Konvensional
|
Dasar Hukum
|
1.
Al-Qur’an & Hadis
2.
Peraturan perundang-undangan.
|
Peraturan
perundang-undangan.
|
Prinsip Dasar
|
Risk
sharing[20]
|
Risk Transfer[21]
|
Aqad/ Perjanjian
|
Ta’awun (tolong
menolong) atau tabarru’ (menderma)
|
Tabaduli (Jual
Beli resiko)[22]
|
Kepemilikan Dana
|
Premi merupakan dana peserta secara bersama-sama setelah dikurangi fee (ujrah) pengelolaa.
|
Premi menjadi pendapatan
penuh perusahaan.
|
Investasi dana premi
|
Di Investasikan dengan berdasarkan prinsip syari’ah.
|
Bisa diinvestasikan kemana saja tanpa mempertimbangkan syar’i
|
Pembayaran Klaim
|
Diambil dari dana tabungan bersama (rekening tabarru‘).
|
Berasal dari kas perusahaan.
|
Pengawasan
|
Di awasi oleh Kementrian Keuangan dan DPS
|
Hanya diawasi oleh kementrian keuangan
|
Dana zakat, infak, dan Sad}aqah
|
Perusahaan wajib menzakatkan keuntunganya.
|
Tidak ada zakat, infak maupun sad}aqah.
|
Bag hasil
|
Ada
|
Tidak ada
|
C.
Kesimpulan
Tujuan asuransi
adalah untuk meminimalisir resiko yang akan terjadi. Asuransi syari’ah dan
asuransi konvensional memiliki tujuan yang sama, akan tetapi yang berbeda
adalah prinsip-prinsip asuransi itu sendiri, landasan hukum, dan mekanisme
pengelolaan asuransi tersebut.
Dengan makalah ini
seharusnya bisa memberikan pemahaman pada mahasiswa yang sedang mempelajari
mata kuliah Perbankan dan Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS).
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
Zainudin, Hukum Asuransi Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Dewan
Syari’ah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional, Jakarta: DSN-MUI dan Bank Indonesia, 2003.
Dewi,
Gemala, dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana,
2005.
Iqbal,
Muhaimin, Asuransi Umum Syari’ah dalam
Praktik Upaya Menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, Jakarta: Gema Insani, 2006.
Naja,
H.R. Daeng, Hukum Kredit dan Bank
Garansi: The Bankers Hand Book, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005.
Pandia,
Frianto, dkk., Lembaga keuangan,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005.
Siamat,
Dahlan, Menejemen Lembaga Keuangan, Jakarta:
Intermedia, 1995.
Simorangkir, O.P., Pengantar Lembaga keuangan Bank dan
Nonbank, Bogor: Ghalia Indonesia, 2000.
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah,
Yogyakarta: Ekonosia,2004.
Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syrai’ah: Life and General Konsep,
dan Sistem Oprasional, Jakarta: Gema Insani, 2004.
Suma, M. Amin, Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional:
Teori, Sistem, Aplikasi dan Pemasaran, Tangerang: Kholam Publishing, 2006.
[1]Dahlan Siamat, Menejemen Lembaga Keuangan (Jakarta: Intermedia, 1995), hlm. 274.
[2]Frianto Pandia, dkk. Lembaga keuangan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 135.
Bandingkan O.P. Simorangkir,
Pengantar Lembaga keuangan Bank dan Nonbank (Bogor: Ghalia Indonesia,
2000), hlm. 176.
[3]H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi: The Bankers Hand Book (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 397-398.
[4]Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta:
Pondok Pesantren Al-Muawwir, t.th), hlm. 1311. Bandingkan dengan Mahmud Yunus, Kamus Arab- Indonesia (Jakarta: PT.
Mahmud Yunus Wadzuriyyah, t.th), hlm. 379.
[5] Ibid., hlm. 887.
[6] Ibid., hlm. 44.
[7]Dibeberapa Negara Islam, atau
Negara-negara berpenduduk muslim memang sering dijumpai perbedaan istilah yang
digunakan untuk menyebut asuransi. Misal di negara timur tengah dikenal dengan
istilah at-Takaful., di Malaysia dan Brunei Darussalam lebih masyhur dengan
sebutan at-Takaful. Justru di Indonesia dikenal dengan istilah asuransi
syari’ah. Lihat M. Amin Suma, Asuransi
Syari’ah dan Asuransi Konvensional: Teori, Sistem, Aplikasi, dan Pemasaran (Tangerang:
Kholam Publishing, 2006), hlm. 40.
[8]Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah dalam Praktek: Upaya Menghilangkan Garar,
Maisir, dan Riba (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 2.
[9]Isa Abduh dalam M. Amin Suma...hlm. 41.
[10]Dewan Syari’ah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (Jakarta:
DSN-MUI dan Bank Indonesia, 2003), hlm. 135. Bandingkan Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikatan Islam di
Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), hlm.171.
[11]Zainudin Ali, Hukum
Asuransi Syari’ah (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), hlm. 129.
[12]M.
Amin Suma, Asuransi Syari’ah…hlm. 45.
[13]Kemampuan
perusahaan asuransi untuk memenuhi semua kewajibanya.
[14]Keputusan
Menteri Keuangan RI, Nomor 424/ KMK 06/2003, Pasal 6 ayat (1).
[15]Prinsip
syari’ah adalah perjanjian yang berdasarkan hukum islam antara perusahaan
asuransi atau perusahaan reasuransi dengan pihak lain, dalam menerima amanah
dengan mengelola dana peserta melalui kegiatan investasi atau kegiatan lain
yang diselenggarakan sesuai syari’ah. Lihat M. Amin Suma, Asuransi Syari’ah…hlm. 45. Bandingkan dengan Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah: Konsep dan Sistem
Oprasional (Jakarta: PT. Gema
Insani, 2004), hlm. 722-749.
[16]Keputusan Menteri Keuangan RI, Nomor 424/
KMK 06/2003, Pasal 6.
[17]Dewan Syari’ah Nasional, Himpunan Fatwa...hlm. 129-140
[18]
Lihat Q.S al-Maidah: 2
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢)
[19]Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah (Yogyakarta: Ekonosia, 2004),
hlm. 126-150. Bandingkan Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah...hlm. 635-685.
[20]Konsep pengelolaan dilakukan dengan
menggunakan pola saling menanggung resiko (risk
sharing) sesama peserta, dalam mana resiko yang terjadi pada salah satu
peserta menjadi tanggungan para peserta lainnya. Lihat Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah...hlm. 3.
[21]Pemindahan resiko dari nasabah ke
perusahaan (risk transfer). Dengan
demikian resiko yang terjadi pada nasabah asuransi secara otomatis menjadi
resiko perusahaan, dalam pengertian perusahaan asuransi yang menanggungnya
secara penuh. Ibid bandingkan dengan M.
Amin Suma, Asuransi Syari’ah…hlm. 60.
[22]Akad pada asuransi kovensional adalah akad
mu’awad}ah ialah suatu perjanjian di mana pihak yang memberikan sesuatu kepada pihak
lain, berhak menerima penggantian dari pihak yang diberinya. Berbeda dengan
akad tabarru di mana pemberi dengan
ikhlas memberi sesuatu tanpa ada keinginan untuk menerima apa pun dari pihak
yang menerima, kecuali kebaikan dari Allah SWT. Disebut akad mu’awad}ah karena masing-masing dari kedua belah
pihak yang berakad, penanggung dan tertanggung memperoleh pengganti dari apa
yang telah diberikanya. Lihat Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah: Konsep…hlm. 301.
Bally's Casino & Hotel Tickets - Jacksonville, MS - JTR
BalasHapusBuy Bally's Casino 계룡 출장안마 & Hotel tickets at JTR. Find the latest 강릉 출장샵 Bally's Casino & Hotel 경상북도 출장샵 schedule, including venue info, seating charts, Fri, Dec 17Bally's Holiday ShowsJan 21, 2022Bowzers Rock & Roll PartyFeb 1, 수원 출장샵 2022Bowzers 부산광역 출장샵 Rock & Roll Party