Jumat, 26 Juli 2013

“SOLUSI MENGATASI KEMISKINAN DI INDONESIA PRESPEKTIF EKONOMI ISLAM”


 
Kegiatan ekonomi pasti akan berbicara tentang Produksi, Distibusi dan Konsumsi. Ekonomi merupakan suatu kegiatan diamana titik tekanya pada suatu penawaran dan permintaan setiap individu. Berbicara penawaran dan penawaran seharusnya memiliki titik temu yang seimbang (At-Tawadzun Al-Ijtima’i), akan tetapi keseimbangan ini tidak mesti tercapai atau terealisasikan. Dengan adanya keseimbangan antara penawaran dan permintaan mungkin “tidak ada masalah” sedangkan jika tidak terjadi keseimbangan yang menurut penulis akan menimbulkan dampak yang segnifikan. Dampak tersebut diantaranya adalah KEMISKINAN.
***
Kemiskinan merupakan sebuah penyakin diberbagai Negara tak terkecuali di Indonesia. Dimana masih banyak masyarakat yang kurang mampu memenuhi kebutuhanya disebabkan oleh kemiskinan. Kemiskinan tidaklah terjadi begitu saja tanpa ada sebab-sebab. Diantara sebab yang dikemukakan di atas adalah ketidak seimbangan antara penawaran dan permintaan.
Menurut sebagaian pemikir-pemikir ekonom, kemiskinan itu ada beberapa bentuk dan hal ini terjadi di Negara-negara tak terkecuali Indonesia yang mana sebagai Negara berkembang.
1.      Kemiskinan relatif
Seseorang dikatakan berada dalam kelompok kemiskinan relatif, jika pendapatannya berada di bawah pendapatan di sekitarnya, atau dalam kelompok masyarakat tersebut, ia berada di lapisan paling bawah. Bisa jadi meskipun pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, namun karena dibanding masyarakat di sekitarnya, pendapatannya dinilai rendah, ia termasuk miskin. Amerika Serikat menggunakan indikator kemiskinan semacam ini.
2.      Kemiskinan absolut
Dilihat dari kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, pemukiman, pendidikan dan kesehatan). Jika pendapatan seseorang di bawah pendapatan minimal untuk memenuhi kebutuhan pokok, maka ia disebut miskin. Indonesia menggunakan indikator kemiskinan jenis ini.
3.      Kemiskinan kultural
Dikaitkan dengan budaya masyarakat yang “menerima” kemiskinan yang terjadi pada dirinya, bahkan tidak merespons usaha-usaha pihak lain yang membantunya keluar dari kemiskinan tersebut.
4.      Kemiskinan struktural
Kemiskinan yang disebabkan struktur dan sistem ekonomi yang timpang dan tidak berpihak pada si miskin, sehingga memunculkan masmalah-masalah struktural ekonomi yang makin meminggirkan peranan orang miskin.
Arti dari kemiskinan itu sendiri sangat beragam diantanya:
a.      VV. Bhanoji Rao
Rao menghitung garis kemiskinan dengan memperhitungkan kebutuhan kalori per hari minimum yang diperlukan seseorang untuk hidup layak sebagai dasar, kemudian diambah lagi dengan keperluan untuk kehidupan dasar yang sifatnya sosial, misalnya untuk pemeliharaan kesehatan, sekolah, dsb.
b.      Prof Sayoga
Dibedakan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Garis kemiskinan untuk pedesaan setara dengan 240 kg beras per kapita per tahun, sedangkan untuk perkotaan setara dengan 360 kg beras per kapita per tahun. Garis kemiskinan ditetapkan setelah survei di seluruh Indonesia pada 1973.
Saat ini pengertian Kemiskinan tersebut bergeser lebih luas lagi diamana tidak melihat aspek pendapatan dan konsumsi saja, tetapi juga melihat masalah ketergantungan, harga diri, kontinuitas pendapatan dsb.
Mengartikan kemiskinan dengan melihat berbagai dimensi:
        Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan, papan);
        Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi)
        Tidak adanya jaminan masa depan (karena tidak adanya investasi untuk pendidikan dan keluarga)
        Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.
        Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam;
        Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat;
        Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan;
        Ketidakmampuan berusaha karena cacat fisik maupun mental;
        Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil)
Sebab-sebab Struktural Kemiskinan di Indonesia
         Ketidakmampuan mengelola sumber daya alam secara maksimal.
         Kebijakan ekonomi yang tidak berkomitmen terhadap penanggulangan kemiskinan dan semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi (trickle down effect tidak bekerja)
****
Dalam Ekonomi Modrn maupun Ekonomi Islam pemerintah mempunyai peranan penting dalam membuat suatu kebijakan (At-Tadakhul Ad-Daulah). yang tujuannya adalah pengentasan kemiskinan. Pada kondisi Negara Indonesia pemerintah membuat suatu kebijakan, diantaranya:
         Masa Kolonial: ‘politik etis’ balas budi.
         Masa Orde Baru: terkait dengan program pembangunan nasional sejak Repelita I-V. Program sektoral yang pernah dilaksanakan:
        BIMAS, INMAS, dan P4K (Departemen Pertanian),
        UPPKS (BKKBN),
        KUD dan Koperasi Simpan Pinjam (Departemen Koperasi),
        UED-SP, BKD dan PKK (Departemen Dalam Negeri),
        KUBE (Departemen Sosial)
        Wajar 9 tahun (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) dan
        pengembangan Puskesmas (Departemen Kesehatan)
         Mulai Repelita VI diluncurkan Inpres Desa Tertinggal (IDT), yang meliputi:
        Komponen bantuan langsung sebesar Rp 20 juta/desa sebagai dana bergulir selama 3 tahun;
        Bantuan pendampingan pokmas IDT oleh tenaga pendamping Sarjana Pendamping Purna Waktu (SP2W);
        Bantuan pembangunan sarana/prasarana
         Untuk masyarakat miskin di kelurahan tidak ‘tertinggal’ diluncurkan program Takesra/Kukesra.
         Ketika terjadi krisis ekonomi, jumlah penduduk miskin meningkat tajam karena merupakan gabungan dari penduduk miskin lama dan penduduk baru yang bersifat sementara (transient poverty).
        Untuk mengatasi masalah ini, dikeluarkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS), yang dibagi dalam empat kelompok program, yaitu JPS Departemen teknis, JPS prioritas, JPS sektor-sektor pembangunan dan JPS monitoring
Inilah beberapa kebijakan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia. Dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut seyognya bisa menjadi jaminan sosial (At-Tadhamun Al-Ijtima’i) terealisasikan seperti apa yang diamanatkan oleh UUD RI.
*****
Kebijakan pemerintah ini tidak serta merta langsung mengentaskan kemiskinan di Indonesia, sehingga sangat perlu trobosan baru yang bisa membantu dalam persoalan kemiskinan. Maka dari itu Islam harus berperan aktif dalam menghadapi persoalan kemiskinan.
Solusi Islam Dalam Mengatasi Kemiskinan
Islam memandang bahwa kemiskinan sepenuhnya adalah masalah struktural karena Allah telah menjamin rizki setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakannya (QS 30:40; QS 11:6). Di saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi kemiskinan kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi setiap individu (QS 67:15). Setiap makhluk memiliki rizki masing-masing (QS 29:60) dan mereka tidak akan kelaparan (QS 20: 118-119).
Dalam perspektif Islam, kemiskinan timbul karena berbagai sebab struktural.
Pertama, kemiskinan timbul karena kejahatan manusia terhadap alam (QS 30:41) sehingga manusia itu sendiri yang kemudian merasakan dampak-nya (QS 42:30).
Kedua, kemiskinan timbul karena ketidakpedulian dan kebakhilan kelompok kaya (QS 3:180, QS 70:18) sehingga si miskin tidak mampu keluar dari lingkaran kemiskinan.
Ketiga, kemiskinan timbul karena sebagian manusia bersikap dzalim, eksploitatif, dan menindas sebagian manusia yang lain, seperti memakan harta orang lain dengan jalan yang batil(QS 9:34), memakan harta anak yatim (QS 4:2, 6, 10), dan memakan harta riba (QS 2:275).
Keempat, kemiskinan timbul karena konsentrasi kekuatan politik, birokrasi, dan ekonomi di satu tangan. Hal ini tergambar dalam kisah Fir'aun, Haman, dan Qarun yang bersekutu dalam menindas rakyat Mesir di masa hidup Nabi Musa (QS 28:1-88).
Kelima, kemiskinan timbul karena gejolak eksternal seperti bencana alam atau peperangan sehingga negeri yang semula kaya berubah menjadi miskin. Bencana alam yang memiskinkan ini seperti yang menimpa kaum Saba (QS 34: 14-15) atau peperangan yang menciptakan para pengungsi miskin yang terusir dari negeri-nya (QS 59:8-9).
Dengan memahami akar masalah, akan lebih mudah bagi kita untuk memahami fenomena kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan yang semakin meraja di sekeliling kita. Bukankah akar kemiskinan di negeri ini adalah perilaku eksploitatif akibat penerapan bunga sehingga kita setiap tahun harus menghabiskan sebagian besar anggaran negara untuk membayar bunga? Bukankah akar kemiskinan di negeri ini adalah birokrasi yang korup dan pemusatan kekuasaan di tangan kekuatan politik dan pemilik modal sehingga tidak jelas lagi mana kepentingan publik dan mana kepentingan pribadi? Bukankah akar kemiskinan di negeri ini adalah buah dari kejahatan kita terhadap lingkungan yang kita rusak sedemikian masif dan ekstensif?

Strategi pengentasan
Islam memiliki berbagai prinsip terakit kebijakan publik yang dapat dijadikan panduan bagi program pengentasan kemiskinan dan sekaligus penciptaan lapangan kerja.
Pertama, Islam mendorong pertumbuhan ekonomi yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor growth).
Islam mencapai pro-poor growth melalui dua jalur utama: pelarangan riba dan mendorong kegiatan sektor riil. Pelarangan riba secara efektif akan mengendalikan inflasi sehingga daya beli masyarakat terjaga dan stabilitas perekonomian tercipta. Bersamaan dengan itu, Islam mengarahkan modal pada kegiatan ekonomi produktif melalui kerja sama ekonomi dan bisnis seperti mudharabah, muzara'ah, dan musaqat. Dengan demikian, tercipta keselarasan antara sektor riil dan moneter sehingga pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung secara berkesinambungan.
Kedua, Islam mendorong penciptaan anggaran negara yang memihak pada kepentingan rakyat banyak (pro-poor budgeting). Dalam sejarah Islam, terdapat tiga prinsip utama dalam mencapai pro-poor budgeting yaitu: disiplin fiskal yang ketat, tata kelola pemerintahan yang baik, dan penggunaan anggaran negara sepenuhnya untuk kepentingan publik. .
Tidak pernah terjadi defisit anggaran dalam pemerintahan Islam walau tekanan pengeluaran sangat tinggi, kecuali skala pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW karena perang. Bahkan pada masa Khalifah Umar dan Usman terjadi surplus anggaran yang besar. Yang kemudian lebih banyak didorong adalah efisiensi dan penghematan anggaran melalui good governance. Di dalam Islam, anggaran negara adalah harta publik sehingga anggaran menjadi sangat responsif terhadap kepentingan orang miskin..
Ketiga, Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor infrastructure). Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak eksternalitas positif dalam rangka meningkatkan kapasitas dan efisiensi perekonomian. Nabi Muhammad SAW membagikan tanah di Madinah kepada masyarakat untuk membangun perumahan, mendirikan pemandian umum di sudut kota, membangun pasar, memperluas jaringan jalan, dan memperhatikan jasa pos. Khalifah Umar bin Khattab membangun kota Kufah dan Basrah dengan memberi perhatian khusus pada jalan raya dan pembangunan masjid di pusat kota. Beliau juga memerintahkan Gubernur Mesir, Amr bin Ash, untuk mempergunakan sepertiga penerimaan Mesir untuk pembangunan jembatan, kanal, dan jaringan air bersih..
Keempat, Islam mendorong penyediaan pelayanan publik dasar yang berpihak pada masyarakat luas (pro-poor public services). Terdapat tiga bidang pelayanan publik yang mendapat perhatian Islam secara serius: birokrasi, pendidikan, dan kesehatan.
Di dalam Islam, birokrasi adalah amanah untuk melayani publik, bukan untuk kepentingan diri sendiri atau golongan. Khalifah Usman tidak mengambil gaji dari kantor-nya. Khalifah Ali membersihkan birokrasi dengan memecat pejabat-pejabat pubik yang korup. Selain itu, Islam juga mendorong pembangunan pendidikan dan kesehatan sebagai sumber produktivitas untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Kelima, Islam mendorong kebijakan pemerataan dan distribusi pendapatan yang memihak rakyat miskin. Terdapat tiga instrument utama dalam Islam terkait distribusi pendapatan yaitu aturan kepemilikan tanah, penerapan zakat, serta menganjurkan qardul hasan, infak, dan wakaf. Demikianlah Islam mendorong pengentasan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, pengembangan sektor riil, dan pemerataan hasil pembangunan.
******
Nejatullah Sidiqi mengusulkan modifikasi teori non klasik konvensional dan peralatanya untuk mewujudkan perubahan dalam orientas nilai, penataan kelembagaan dan tujuan yang hendak dicapai. Dan Ekonomi harus terbuka untuk menerima kontribusi dari disiplin lain dan baik ilmu pengetahuan maupun seni harus bergandeng tangan dalam membentuk ilmu ekonomi. Dengan adanya perubahan modifikasi konsep maka islam tidak lagi berbicara permasalahan jual beli (fiqh buyu) saja, akan tetapi sudah membahas permasalahan kemiskinan, kaum marginal dan sebagainya sehingga bahasan islam itu semakin luas mengcanter problem di masyarakat. Hal inilah yang disampaikan oleh Muhammad Aslam Haneef dan Abdul Manan. Bahkan menurut Abdul Manan implementasi distribusi harta harus dijalankan dengan benar. Sehingga apa yang dimanatkan oleh nash (al-Qur’an dan Hadis) bisa terrealisasikan lah disinilah peranan negara (pemerintah) dalam mengatur suatu kebijakan dalam menanggulangi kemiskinan.

Daftar Bacaan
Haneef, Aslam Muhammad. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Analisis Komperatif Terpilih. Jakarta: PT Rajawali, 2010.
Suntana, Ija. Politik Ekonomi Islam (Siyasah Maliyah)Teori-Teori Pengelolaan Sumber Daya Alam, Hukum Pengairan Islam dan Undang-Undang Sumber Daya Air Di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Ade, Parmin. “Kemiskinan dan Perlawanan Nelayan”. Review article.
Prasetya, Yoga. “Pemikiran Ekonomi Kontemporer”. Reviw article.
Rahmanto, Yusuf. “Humanitarisme Soedjatmoko: Visi Kemanusian Kontemporer”. Review article.
Ulfah, Maria. “Mendobrak Sentralisme Ekonomi”. Review article.
Yasir. “Pemerataan Distribusi Kekayaan Dalam Ekonomi Islam”. Review article.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar